Pencarian

Rabu, 09 Desember 2015

Iman

Keimanan bukanlah sekadar percaya. Iblis pernah bertemu dengan tuhannya, dan benar-benar mengetahui bahwa tuhan adalah esa, namun dikatakan dalam alquran bahwa iblis adalah makhluk yang kafir.  Walaupun dia benar melihat tuhannya, tidaklah dia beriman atau layak menjadi saksi (syahid) bagi tuhannya. Demikian pula keimanan pada manusia, tidaklah cukup dengan mengatakan bahwa dirinya percaya bahwa hanya ada satu tuhan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa keimanan akan membawa manusia  menuju akhlak yang mulia.

Iblis berkata : tuhanku, karena Engkau telah menetapkan aku sesat, aku benar-benar menjadikan (di mata mereka) indah di bumi dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka semua. (QS 15:39)

Iblis bukan makhluk yang beriman walaupun jelas melihat rabb-nya dan berkomunikasi. Jelas masalah iman tidak sama dengan percaya. Tidak mungkin iblis tidak percaya kepada rabb yang telah berbicara kepada dirinya.

Pengertian Iman


Beriman adalah masalah pengetahuan tentang ketuhanan, sehingga kehidupan orang yang beriman adalah kehidupan dalam cahaya.  Itu yang iblis tidak menyadarinya.  Walaupun bertemu dan berbicara dengan rabbnya, iblis tidak mempunyai pengetahuan tentang ketuhanan. Alquran surat annuur berbicara jelas tentang pengetahuan ketuhanan, dan manusia lah yang bisa mengenal hal itu.

Allah adalah cahaya petala langit dan bumi. Permisalan cahaya-Nya adalah seperti misykat yang terdapat di dalamnya lampu, lampu itu terletak dalam selubung kaca,  dan selubung kaca itu  bagaikan bintang-bintang yang berkilauan …………. (QS 24:35)

Allah SWT secara zat tidak akan mampu dikenal oleh segenap makhluk. Huwa ( Dia ) tidak ada permisalan apapun yang bisa disematkan kepada Huwa.  Akan tetapi Allah memperkenalkan diri kepada makhluk sebagai cahaya. Allah adalah cahaya petala langit dan bumi, artinya makhluk diberi kemampuan untuk mengenali-Nya sebagai cahaya, bukan sebagai zat. Tidak ada seorang makhluk-pun yang mampu mengenali-Nya dalam zat.

Cahaya Allah adalah cahaya yang menerangi  petala langit dan bumi.  Cahaya tidak akan mampu dikenali juga oleh makhluk, tetapi dengan cahaya makhluk dapat mengenal apa yang terdapat di hadapan dirinya. Tanpa cahaya, apa yang terdapat di hadapan seseorang tidak akan terlihat. Namun seseorang juga tidak akan mampu melihat cahaya tanpa ada sesuatu berada di hadapan dirinya. Makhluk hanya mampu mengenali makhluk, dan tidak mampu berpengetahuan tentang tuhan tanpa melihat apa yang ada di hadapan dirinya.

Iman adalah cahaya Allah yang menerangi  orang-orang beriman. Dengan cahaya itu orang-orang beriman berada dalam kehidupan yang terang. Orang-orang beriman harus  berpengetahuan ketuhanan sesuai dengan cahaya yang diberikan.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS. Al Baqarah : 257)

Dijelaskan dalam alquran bagi mereka mereka yang meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madlarat, Yang mengatur segala urusan, agar memikirkan tentang  Allah dengan segala sesuatu yang terjadi  di hadapannya.  Alquran surat yunus menyebutkan : 

"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Alloh'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa." (QS: Yunus: 31)

Manusia Beriman Bagaikan Pohon


Alquran menjelaskan bahwa Allah adalah cahaya petala langit dan bumi. Sedangkan dalam surat Ibrahim ayat 24, Allah mengambil permisalan kalimat yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya menghunjam ke dalam bumi dan cabang-cabangnya menjulang di langit. Sedangkan kalimat yang buruk adalah seperti pohon yang buruk tercerabut akarnya  dari bumi tidak dapat tegak. Pohon itu adalah perumpamaan manusia.

Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah mengambil permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Memberikan buahnya setiap saat dengan ijin tuhannya. Dan Allah mengambil pemisalan itu bagi manusia  agar mereka selalu berdzikir. Dan permisalan pohon yang buruk adalah seperti pohon yang buruk, tercerabut akarnya dari bumi tanpa dapat tegak. (QS Ibrahim 24-26)

Dalam ayat-ayat di atas, disebutkan bahwa pohon itu adalah permisalan bagi manusia. Allah adalah cahaya, sedangkan kalimah thayyibah manusia adalah semisal pohon yang baik.  Pohon adalah makhluk yang mampu menangkap dan mengolah cahaya (matahari) menjadi energi yang bisa dimanfaatkan baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Buah adalah hasil pepohonan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak lain yang dihasilkan dari sinar matahari. Seumpama pohon, kalimah thayyibah manusia seharusnya bisa menangkap cahaya Allah untuk memakmurkan bumi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk makhluk yang lain.

Pohon yang baik mempunyai akar yang teguh menghunjam ke dalam bumi, sedangkan cabangnya menjulang ke langit. Jiwa manusia adalah aspek cabang pohon yang ada di langit, menjulang ke langit mencari cahaya Allah, sedangkan jasad manusia adalah aspek akar pohon yang menghunjam ke bumi jasadiah. Cabang pohon dan akar merupakan satu entitas, tidak bisa dipisahkan. Pencarian rizki bagi jiwa dan bagi jasad bukanlah dua hal yang terpisah, tetapi harus menyatu. Itulah manusia dengan pohon diri yang baik.

Pohon yang buruk  adalah pohon yang tercerabut akarnya dari bumi tidak dapat tegak. Seringkali seseorang yang percaya kepada Allah berusaha mencari pengetahuan jiwanya, tetapi kemudian terpuruk dengan  pengetahuan kitab berupa dalil-dalil tanpa mengetahui keterkaitannya dengan aspek kebumian jasadiah dirinya. Dalil-dalil kitab yang dipegang tidak menyatu dengan pengetahuan jasadiah dirinya. Sebagian bahkan menganggap bahwa dalil-dalil itu adalah kebenaran mutlak yang harus diikuti. Dirinya tidak menyadari bahwa pohon dirinya-lah hal paling penting yang harus ditumbuhkan dengan pengetahuan langit itu.

Alquran dengan jelas telah membimbing, bahwa agama adalah tentang pengetahuan fitrah diri, sedangkan syaitan menutup pengetahuan itu menggunakan hawa nafsu dan syahwat manusia. Dengan mengenal fitrah diri, manusia tidak perlu dua jalan untuk mencari rizki  bagi dunia dan jiwanya. Jalan hidupnya adalah jalan pengabdiannya dan sumber rizki baginya, baik rizki jasadiah maupun rizki jiwa. Tanpa mengenal fitrah diri, kehidupan dunia dan akhirat akan selalu bertentangan seperti wanita yang dimadu.

Menumbuhkan Pohon Thayyibah

Mencari fitrah diri dimulai dengan pembersihan jiwa. Bila seseorang tidak  memperhatikan kebersihan hatinya, maka syaitan akan menyesatkan dirinya, bahkan, manusia akan disesatkan dengan ilmunya. Tazkiyatun nafs menjadi langkah awal manusia untuk menumbuhkan pengetahuan diri. Amar ma’ruf nahy munkar (menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan dan mencegah dari kebodohan) adalah buah pohon diri yang baik. 

Sebaliknya, syaitan akan membuat manusia tersesat tetapi manusia memandang baik apa yang dikerjakan dirinya. Banyak ajaran-ajaran berdasarkan dalil-dalil agama yang tampak seperti baik tapi sebenarnya tidak ada manfaatnya bagi yang mengamalkannya. Tashfiyah dan tarbiyah nampaknya baik, tapi sebenarnya tidak ada manfaat bagi manusia, karena Allah telah memberikan penjagaan bagi agama. Sangat mungkin terjadi kaum yang melakukan tashfiyah dan tarbiyah pada dasarnya tergelincir mengikuti syaitan merasa diri paling benar, sementara esensi agama tidak terpahami.

Amal shalih bermanfaat untuk menumbuhkan pohon diri. Setiap perbuatan selain amal shalih dan berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran pada dasarnya hanyalah kesia-siaan yang akan disesali manusia. Hal-hal yang disebutkan surat al-ashr adalah amal yang bisa menumbuhkan pohon diri. Pohon diri yang tumbuh dengan baik akan membuat manusia mampu menangkap cahaya Allah yang abadi, bisa hidup abadi di akhirat kelak dengan rizki dari Allah. Tanpa pohon diri yang baik, manusia akan tergantung pada dunia jasadiah, padahal dunia akan pasti lapuk dan hancur.

Dan orang-orang yang beriman serta beramal shaleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah  : 82)

Amar ma’ruf nahy munkar adalah buah dari pohon diri yang baik. Amar ma’ruf berarti menjalankan urusan (amr)  dari Allah SWT  sesuai dengan pengetahuan fitrah diri. Tidak ada amar ma’ruf yang bisa dilakukan oleh seseorang yang tidak mengenal fitrah diri untuk apa dirinya diciptakan. Dengan amal shalih, wasiat tentang alhaq dan kesabaran, seseorang akan tertuntun  untuk memberikan sumbangsih sesuai fitrah diri kepada masyarakat, dan pengetahuan akan diri akan bertambah sedikit demi sedikit, hingga pada akhirnya dirinya akan benar-benar mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Pengetahuan tentang fitrah diri akan menghilangkan kebodohan (kemunkaran) diri sedikit demi sedikit.

Fungsi Iman

Iman adalah cahaya yang diberikan Allah SWT kepada hambanya yang bersih hatinya. Allah berkehendak untuk  memberikan petunjuk agar hamba-Nya bisa bertaubat kepada-Nya. Alquran menceritakan fungsi iman sebagai berikut :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya…(QS. Yunus  : 9)

Allah senantiasa memperhatikan hamba-hamba yang selalu mencari kebaikan. Allah akan senantiasa memberikan petunjuk kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih dengan keimanan mereka.

Hati (qalb) menjadi fakultas jiwa yang mencerap cahaya. Pada jasad, fakultas yang menerima cahaya adalah mata, sedangkan pada  nafs, hati lah fakultas yang mencerap cahaya ilahi.

Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. (QS. At Taghabuun  : 11)

Kebersihan dan kesehatan hati menjadi titik tolak  awal agar manusia bisa mendapat cahaya tuhan dengan baik. Tanpa hati yang bersih niscaya cahaya itu tidak ada gunanya.  Kotoran hati  akan menutup hati manusia dari cahaya, dan hati yang tidak sehat akan membuat manusia bersikap salah terhadap  petunjuk yang datang.

Islam adalah jalan untuk membuka harapan agar iman bisa masuk ke dalam hati. Dengan berserah diri, seseorang dapat berharap bahwa Allah akan membukakan hatinya berserah diri, kemudian mendapat cahaya dari Allah.

maka orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (untuk) berserah diri lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya. (QS. Az Zumar  : 22)

Berserah diri, islam, bukan berarti pasrah tidak perlu ada usaha. Berserah diri adalah berusaha dengan sungguh-sungguh mencari kehendak Allah atas setiap diri manusia setiap saat. Dengan berusaha bersungguh-sungguh mencari kehendak-Nya, kita bisa berharap semoga Allah memberikan cahaya-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar